Jumat, 26 Oktober 2012

Psikologi pembelajaran bahasa Arab


A.    Pengertian psikologi pembelajaran
Psikologi pembelajaran sebagai suatu sub disiplin ilmu psikologi yang berasal dari kata "psikologi" dan "pembelajaran". Oleh karena itu, untuk mendefinisikan psikologi pembelajaran akan sangat bagus jika didefinisikan masing-masing lebih dahulu. 
Psikologi didefinisikan sebagai kajian saintifik tentang tingkah laku dan proses mental organisme. Dengan demikian, ada tiga gagasan utama dalam definisi ini yaitu : 'saintifik', 'tingkah laku', 'proses mental'.
Pengertian psikologi dalam bahasa Arab “Ilmu nasf” yang berarti ilmu jiwa, sedangkan pengertian pembelajaran adalah suatu upaya membelajarkan siswa untuk belajar yang mana guru bertindak sebagai fasilitator untuk membelajarkan siswa. Menurut Oemmar Hamalik, pembelajaran adalaah suatu komuninkasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya.
       Saintik bermakna kajian yang dilakukan dan data yang dikumpulkan mengikuti prosedur yang sistematik yaitu dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
  1. Nyatakan masalah dan tentukan hipotesis yang hendak dikaji
  2. Reka bentuk kajian dan tentukan teknik pengumpulan data
  3. Pengumpulan data dan melakukan analisis data
  4. Melaporkan penemuan untuk memastikan apakah hipotesis yang telah dirumuskan dapat dibuktikan 
Tingkah laku ialah aktivitas apa saja yang dapat diperhatikan, dicatat dan diukur. Tingkah laku juga dapat diperhatikan apabila individu menyebut atau menulis sesuatu, misalnya, catatan seorang tentang ketakutannya atau sikapnya sesungguhnya juga merupakan tingkah laku orang yang bersangkutan.
Proses mental mencakup segala proses yang terlibat dengan pemikiran, ingatan, pembelajaran, sikap, emosi, dan sejenisnya, inilah yang menjadi perhatian para ahli psikologi, namun perlu ditegaskan di sini bahwa proses-proses itu tidak mudah dilihat sehingga tidak mudah pula dalam mencatat dan mengukurnya secara tepat, oleh sebab itu, pada tahun 60-an, ahli-ahli psikologi enggan menerima kajian mengenai proses-proses ini karena sulit dijalankan secara saintik. Bagaimana pun paradigma telah berubah dan dengan kaedah-kaedah baru, kajian mengenai proses-proses mental itu tetap diterima sebagai psikologi.
Setelah membahas tentang psikologi, berikutnya adalah pembelajaran. Secara umum pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan. dalam proses pembelajaran tidak hanya melibatkan penguasaan fakta atau konsep sesuatu bidang ilmu saja, tetapi juga melibatkan perasaan-perasaan yang berkaitan dengan emosi, kasih sayang, benci, hasrat, dan kerohanian. Pembelajaran tidak terbatas pada apa yang kita rancangkan saja, tetapi juga melibatkan pengalaman yang di luar kesadaran kita, seperti peristiwa kemalangan atau seorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Menurut Nana Sudjana bahwa pembelajaran adalah sebagai setiap upaya yang sistematis dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar mengajar, dalam pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa, disatu sisi guru melakukan sebuah aktivitas yang membawa anak kearah tujuan, lebih dari itu anak atau siswa dapat melakukan serangkaian kegiatan yang telah direncanakan oleh guru yaitu kegiatan balajar yang terarah pada tujuan yang ingin dicapai. dengan demikian pembelajaran bahasa Arab dapat didefinisikan suatu upaya membelajarkan siswa untuk belajar bahasa Arab dengan guru sebagai fasilitator dengan mengorganisasikan berbagai unsur untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai.
Dalam pembelajaran bahasa Arab hendaknya mengacu pada upaya membina dan mengembangkan keempat segi kemampuan bahasa, yaitu:
a.       Menyimak (istima').
b.      Berbicara (takallum)
c.       Membaca (qiro'ah)
d.       Menulis (kitabah)
Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kepada peserta didik kemampuan memahami bahasa, baik melalui pendengaran maupun tulisan (reseptif), dan mampu mengutarakan pikiran dan perasaan baik secara tulisan (ekspresif).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa "Psikologi Pembelajaran" didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji mengapa, bilamana, dan bagaimana proses pembelajaran berlangsung sebagai suatu organisme. Semua organisme mempunyai kapasitas untuk belajar selagi organisme itu mempunyai otak. Tumpuan perhatian ahli Psikologi Pembelajaran adalah mengkaji mengapa, bilamana, dan bagaimana proses pembelajaran berlaku.
B.     Psikologi  pembelajaran dalam pembelajaran bahasa arab
1.      Psikologi pengajar
Dalam hal ini terkait dengan guru atau pendidik selaku seseorang yang membetikan pembelajaran kepada murid atau peserta didik, bagaimana cara tepat bagi seorang pengajar pada saat mengajar murid-murid mereka.
Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik-teknik dan metodologi belajar saja, biasanya para pengajar ketika mengajara berharap untuk menjaga disiplin kelas tanpa mengetahui karakter dari peserta didik, pada saat itu seorang pengajar sering bertindak otoriter, menjauhi siswa, bersikap dengan menjauhi siswa, bersikap dingin, biasanya hal itu untuk menyembunyikan rasa takut kalau dianggap lemah, kebanyakan asehat yang sering diberikan misalnya agar guru bertindak keras pada saat permulaan, hal itu semata-mata bertujuan untukmemberikan rasa takut pada peserta didik agar peserta didik menjadi seseorang yang penurut nantinya.
Ada beberapa mitos pengajaran yang telah berlaku beberapa generasi, yaitu :
a.       Guru harus bersikap tenang tak berlebih-lebihan dan dingin menghadapi situasi, tidak boleh kehilangan akal, marah sekali atau menunjukkan kegembiraan yang berlebihan. Dia harus bersikap netral dalam segala masalah dan tidak menunjukkan pendapat pribadinya.
b.      Guru harus dapat menyukai siswanya secara adil. Ia tidak boleh membenci dan memarahi siswa Guru harus memberlakukan siswanya secara sama
c.       Guru harus mampu menyembunyikan perasaannya meskipun terluka hatinya, terutama di depan siswanya yang masih mud Guru diperlukan oleh siswanya karena siswanya belum dapat bekerja sendiri
d.      Guru harus dapat menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh siswanya




Menurut Abu Ahmadi ada juga beberapa anggapan peserta didik tentang pelajaran bahasa Arab, yaitu:
a.       Peserta didik biasanya menganggap bahwa bahasa  Arab adalah sesuatu (pelajaran) yang sangat sulit untuk dipelajari.
b.      Peserta didik menganggap bahwa para guru bahasa Arab adalah seseorang yang kolot dan tidak menyenangkan.
c.       Peserta didik menganggap bahwa bahasa Arab adalah pelajaran yang membutuhkan hafalan yang sangat banyak.
d.      Peserta didik kebanyakan menganggap bahwa bahasa Arab adalahpelajaran yang tidak terlalu penting.
Hal yang memberikan pengertian salah tentang guru, terutama guru bahasa Arab, membuat para guru merasa tertekan dengan keadaan kelas yang hening, tidak menyenangkannya proses belajar mengajaar, tidak antusiasnya para peserta didik dan keadaan-keadaan lain yang membuat para guru merasa tertekan.
      Para pengajar juga biasanya menghindari situasi dimana para peserta didik bertanya sesuatu yang mungkin belum diketahui oleh pengajar dengan cara tidak mau mengakui ketidak tahuannya.
Sejatinya guru bukanlah mahkluk yang berbeda dengan siswanya, dia harus dapat berpartisipasi di dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa persahabatan secara pribadi dengan siswanya dan tidak perlu merasa kehilangan kehormatan karenanya, rasa takut dan was-was dalam keadaan tertentu adalah hal biasa.
Menurut Combs dalam Soemanto Wasty (1998), pengajar yang baik adalah :
a.       Pengajar  yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik
b.      Pengajar  yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
c.       Pengajar cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya dihargai.
d.      Pengajar yang melihat orang-orang dan  perilaku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam; jadi bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau lamban.
e.       Pengajar  yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya; bukan menghalangi, apalagi mengancam
Prof. Dr. Saroj Buasri (1970) berpandangan bahwa pengajar yang baik hendaknya mempunyai tiga kualitas besar, yaitu:
a.       Pengajar  yang baik harus mengajar dengan baik. Pengajaran yang baik berasal dari pengetahuan tentang teknik-teknik pengajaran yang sifatnya ilmiah, ada komitmen untuk mempersiapkan bahan-bahan belajar dan pengakuan atas perlunya memadukan moralitas dengan pengajaran.
b.      Pengajar yang baik harus terus belajar dan melakukan penelitian untuk pengembangan dan pengetahuannya
c.       Pengajar yang baik harus membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan, untuk membantu orang atau masyarakat yang memerlukannya.

2.      Aplikasi psikologi pembelajaran
Menurut C.Asri Budiningsih, aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan peraktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
 Alasan ini disebabkan karena aliran behavior menekankan pada terbentuknya model hubungan stimulus dan respon. Sehingga sangat terkesan pelajar menjadi individu yang pasif  yang berperilaku sesuai stimulus yang diberikan pengajar. Dan metode yang dipakai dalam teori ini hanya menggunakan metode pembiasaan atau drill, sehingga pelajar dapat dibentuk dengan situasi tertentu.
Maka untuk mengaplikasikan teori ini dibutuhkan beberapa hal, antara lain menurut C.Asri Budiningsih adalah tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia pembelajaran yang dirancang dan dilaksananakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Teori behavioristik merupakan teori yang secara khusus bicara tentang perubahan tingkah laku yang nampak secara lahiriah, karena itu para pelajar diatur dengan penegakan disiplin yang ketat dan mengutamakan pembelajaran melalui buku teks yang merupakan pegangan wajib pelajar.
 Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan  dapat digunakan dalam merancang pembelajaran. Langkah-langkah tersebut meliputi :
·         Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
·         Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal ( entery behavior) siswa.
·         Menentukan materi pelajaran.
·         Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan sebagainya.
·         Menyajikan materi pelajaran
·         Memberikan stimulus dapat berupa pertanyaan, baik lisan maupun tertulis, tes / kuis, latihan atau tugas-tugas.
·         Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
·         Memberikan penguatan / reinforcement ( mungkin penguatan positif) ataupun penguatan negatif) ataupun hukuman.
·         Memberikan stimulus baru
·         Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
Berikut adalah contoh  pengaplikasian teori belajar behavior berdasarkan  teori belajar E.L. Thorndike.
1.      Tujuan pembelajaran:
·         Siswa  dapat  mengucapkan  kosa  kata   dalam   bahasa   Arab   tentang fasilitas umum.
·         Siswa dapat menggunakan  kosa kata bahasa arab (fasilitas umum) dalam kalimat.
2.       Pengetahuan Awal :
·         Siswa telah mengetahui Bahasa Arab tentang Isim Isyarat (kata tunjuk).
3.      Materi Pelajaran          :  Fasilitas umum 
4.      Sub pokok bahasan     :  -
5.       Penyajian materi         :  Praktek yang dilakukan oleh guru
6.      Memberikan stimulus  :  Pertanyaan yang diberikan oleh guru
7.      Mengamati respon siswa : Siswa dapat menebak apa yang dipraktekkan oleh guru
8.      Memberikan penguatan : pengajar memberikan reward berupa pujian
9.      Memberikan stimulus baru : pengajar memerintahkan siswa untuk melafalkan kosa kata   Bahasa Arab dan menggunakannya dalam bentuk kalimat.
10.  Mengamati respon siswa :Siswa dapat melafalkan kosa kata Bahasa Arab dan menggunakannya dalam bentuk kalimat.
Sedangkan teori belajar kognitif sangat berbeda dengan teori belajar behavioristik. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya, model belajar kognitif menyatakan hubungan tentang adanya tingkah laku seseorang dengan  perpepsi pemahamannya terhadap situasi yang berkaitan erat dengan tujuan belajar yang diinginkan.
Kembali C.Asri Budiningsih mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Maka aliran ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Adapun prinsip – prinsip yang dipakai dalam aplikasi teori kognitif adalah :
a.       Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses . Mereka  mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
b.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar, akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
c.       Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan karenanya dengan mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

d.      Untuk menarik minat dan menimgkatkan prestasi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki sipelajar.
e.       Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghapal. Agar bermakna, informsi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengeahuan yang dimiliki siswa. Tugas guru adalahnmenunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
f.       Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan  berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.

Selasa, 16 Oktober 2012

Ilmu Lughoh



Terdapat beberapa nama yang biasa digunakan oleh para ahli  bahasa
untuk menamai ilmu yang berurusan dengan bahasa.  Banyaknya nama itu
disebabkan oleh banyaknya ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya. Menurut Sudaryanto (1996) minimalnya ada lima macam ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, yaitu:
  1. ilmu tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa. Dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti harfiah;
  2. ilmu atau ilmu-ilmu tentang bahasa. Dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti metaforis;
  3. ilmu atau ilmu-ilmu yang salah satu dasarnya bahasa. Kadang dalam hal ini bahasa menjadi dasar utama;
  4. ilmu atau ilmu-ilmu tentang pendapat mengenai bahasa, dan
  5. ilmu atau ilmu-ilmu tentang ilmu bahasa atau ilmu-ilmu mengenai ilmu bahasa.

Dari kelima macam ilmu yang disebutkan di
atas, nampaknya hanya nomor (1) yang dapat dikatakan sebagai ilmu yang
benar-benar menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, yaitu ilmu
tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa. Ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya ini –di Indonesia dan juga di
dunia Arab-  dikenal dengan berbagai nama.

Diantara nama-nama yang biasa digunakan adalah,
ilmu bahasa, tata
bahasa, grammar, dan linguistik, dll (lihat Chaer, 1994).
Sedangkan di dunia Arab digunakan istilah ilmu al-lughah (علم
اللغة) , al-Lisaniyat(اللسانيات)
,
al-Lughawiyat(اللسانيات) , al-Alsuniyah (الألسنية)
, fiqh al-lughah(فقه اللغة) , al-Filulujia(الفلولوجيا)
, dll untuk menyebut ilmu yang membahas bahasa ini (lihat
Qodur, 1993 dan 1996; Abdu Tawab, 1996; Abu Alfaraj, 1966; Imil Badi,
1982; Tamam Hasan, 1982; Fahmi Hijazy, 1973; Abdu Shabur Sahin, tt;
dll). Di bawah ini akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan
istilah-istilah itu.
  1. 1. Ilmu Bahasa atau  Linguistik

Ilmu dapat diartikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu;
atau segala perbuatan manusia untuk memahami sesuatu objek yang
dihadapinya; atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek
tertentu. Dalam kamus Oxford (1974: 760) disebutkan bahwa
Science;


knowledge arranged in an ordely manner, especially knowledge obtaind by
observation and testing of facts. Sedangkan bahasa -salah satunya-
biasa dipahami sebagai sistem dari pada lambang yang dipakai orang
untuk melahirkan pikiran dan perasaan (Poerwadarminta, 1985: 75). Dengan
demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa ilmu bahasa
adalah ilmu pengetahuan yang digunakan oleh manusia untuk memahami
sistem dari pada lambang yang dipakai orang untuk berkomunikasi. Secara
singkat, bisa dikatakan, bahwa ilmu bahasa adalah ilmu yang membicarakan
tentang bahasa; atau ilmu yang digunakan untuk mengkaji bahasa; atau
ilmu yang objek kajiannya adalah bahasa; atau ilmu yang mengkaji
seluk-beluk bahasa (Sudaryanto, 1996: 5).

Menurut Chaer (1994: 2) ilmu bahasa ini di Indonesia -saat ini-
dikenal juga dengan nama linguistik. Istilah linguistik sepadan dengan
istilah linguistics (Inggris), linguistiek (Belanda), linguistica
(Italia), Linfvistika (Rusia), dan linguistique (Prancis).
Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang
berarti ‘bahasa’. Kata Arab yang mirip dengan kata lingua
adalah kata lughah (لغة) ‘bahasa’.

Istilah ilmu bahasa sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Sedangkan istilah linguistik dikenal kemudian. Namun walaupun
istilah ilmu bahasa sudah lama dikenal, masih saja terdapat perbedaan
pemahaman dan penggunaannya yang disebabkan oleh banyaknya ilmu yang
menjadikan bahasa  sebagai objek kajiannya sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas. Bagi sebagian orang, ilmu bahasa masih identik
dengan gramatika atau tata bahasa yang biasanya
berbicara sekitar masalah morfologi dan sintaksis. Sedangkan bagi
sebagian yang lain, terutama yang pernah mempelajari ilmu bahasa modern,
pengertian ilmu bahasa identik dengan linguistik.

Dalam bahasa Inggris, istilah linguistik, selain berarti ilmu yang
mengkaji bahasa (linguistics), juga berati ‘bahasa’ (linguistic).
Kedua arti ini digunakan juga dalam bahasa Indonesia. Pada frase
‘linguistik pengantar’ kata linguistik berarti ilmu bahasa.
Sedangkan dalam frase ‘masyarakat linguistik’ kata linguistik
berarti ‘bahasa’.

Akhir-akhir ini, penggunaan istilah linguistik sudah lebih populer,
hanya saja, kepopuleran itu tidak mampu mengeluarkan linguistik dari
kesamaran/kekaburan pengertian. Menurut Sudaryanto ada empat hal yang
mengaburkan pengertian linguistik:
  1. banyak ilmu yang berhubungan dengan bahasa;
  2. adanya pengertian bahasa yang bersifat ganda;
  3. adanya istilah linguistik yang bukan untuk linguistics; dan
  4. adanya linguis yang berperan ganda.

Sebagai telah dipaparkan di atas, istilah linguistik secara
etimologis diambil dari kata  Latin lingua ‘bahasa’. Menurut
sebagian pakar bahasa, istilah linguitik terdiri atas dua morfem: lingua
dan etik. Lingua berarti ‘bahasa’ dan etik
berarti ‘melihat’. Dengan pendekatan etik, pola-pola fisik bahasa
digambarkan tanpa menghubungkannya dengan fungsinya dalam sistem bahasa
(Kridalaksana, 1993; 52). Sedangkan menurut Sudaryanto (1996: 10),
akhiran -ik, -ics,  dan -ique sepadan dengan -logi
yang berarti ‘ilmu’. Dengan akhiran –ik yang berari ‘ilmu’,
kata linguistik bisa diartikan ilmu bahasa.

Secara terminologis, linguistik didefinisikan dengan berbagai
redaksi. Berikut beberapa pendapat pakar bahasa mengenai definisi
linguistik:
  1. Hornby (ed. III: 494) linguistics: “(1) The scientific study of languages, (2) the science of language, e.g. of it structure, acquisition, relationship to other forms of communication.”
  2. Kridalaksana (1993; 128): “Ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah.”
  3. Lyons (1995: 1): “Linguistik mungkin bisa didefinisikan sebagai pengkajian bahasa secara ilmiah.”
  4. Martinet (1987: 19): “Linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia.”
  5. Chaer (1994: 1): “Ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.”

Istilah linguistik dikenal juga oleh orang Arab, namun mereka tidak
menggunakan istilah ini sebagai nama ilmu yang mengkaji bahasa mereka.
Alih-alih penggunaan istilah linguistik, linguis Arab menggunakan
istilah  ‘ilmu al-lughah, fiqh al-lughah, lisaniyat, alsuniyah, atau lughawiyat. Banyaknya istilah yang mereka gunakan telah
menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat tentang istilah mana  yang
tepat untuk menamai ilmu yang di Barat dan juga di Indonesia disebut
dengan linguistik ini.  Berikut beberapa pendapat linguis Arab mengenai
istilah-istilah di atas.
a.
‘Ilm al-Lughah, al-Lisaniyat, al-Alsuniyah,
al-Lughawiyat, dan Fiqh al-Lughah.

Frase ‘ilmu al-lughah (علم اللغة), terdiri dari dua kata; ‘ilm
(علم) dan lughah (اللغة). Secara etimologis, ‘ilm
(علم) berarti ‘ilmu’, dan lughah (لغة) berarti ‘bahasa’. Jadi
secara etimologis ‘ ilmu al-lughah (علم اللغة) = ilmu bahasa =
linguistik = linguistics = linguistique = linguistiek.

Istilah lisaniyat (اللسانيات)dan alsuniyah
(الألسنية)masing-masing diderivasi dari nomina lisan (لسان) ‘lidah’ atau ‘bahasa’. Sedangkan istilah

‘lughawiyat(اللغويات) , diderivasi dari nomina lughah
(لغة) ‘bahasa’. Morfem (sufiks) –yat (يات) yang melekat pada
akhir kata-kata itu bermakna ‘mengenai/tentang’ dan menunjukkan makna
‘ilmu’ (keilmuan) sebagai akibat dari penisbatan. Ketiga
istilah terakhir (lisaniyat, alsuniyah, dan lughawiyat)
merupakan istilah lain yang maknanya dan pemakaiannya sepadan dengan
istilah ilm al-lughah
.

Secara terminologis, term ilmu al-lugah, oleh linguis Arab
didefinisikan sebagai berikut.

1….   هو العلم الذي يبحث في اللغة, و يتخذها موضوعا له, فيدرسها من
ناحية وصفية وتاريخية و مقارنة
)
hua al-ilmu al-ladzi yabhatsu fi al-lughah. wa yattakhidzuha


maudu’an lahu fayadrusuha min naahiyat wasfiyyah wa tarikhiyah wa
muqaranah….(Tawab 1982: 7)

Ilmu al-lughah adalah ilmu yang mengkaji bahasa untuk
bahasa, baik secara sinkronis, diakronis, maupun komparatif”.
2. ,,,,

العلم الذي يدرس اللغة  الإنسانية دراسة علمية تقوم على الوصف
و معاينة الوقائع, بعيدا عن النزعة التعليمية  و الأحكام  المعيارية.

(Al-‘ilmu al-ladzi yadrusu al-lughah al-insaniyyah dirasatan


ilmiyyatan taqumu ‘ala al-washfi wa mu’aayanati al-waqa’i, ba’iidan ‘an
al-naz’ah al-ta’limiyyah wa al-ahkam al-mi’yaariyyah)” (Qadur
(1996: 11)

” …… adalah ilmu yang mengkaji bahasa secara ilmiyah dan berdasar
pada metode deskriptif guna mengungkap fakta kebahasaan secara apa
adanya tanpa melibatkan unsur preskriptif.”
  1. b. Ilmu al-lughah (علم اللغة)dan Fiqh al-Lughah (فقه اللغة)

Polemik panjang telah terjadi sekitar istilah fiqh al-lughah
dan ilm al-lughah. Apakah ilmu al-lughah identik
dengan fiqh al-lughah atau tidak? Ada yang menyamakan ada pula
yang membedakan antara keduanya. Hingga saat ini perdebatan mengenai
kedua istilah itu masih berlanjut. Polemik ini muncul karena di Barat
selain istilah linguistics, terdapat juga istilah philology
yang diserap oleh sebagian ahli ke dalam bahasa Arab menjadi al-filulujiya.
Lalu apakah ilmu al-lughah sama dengan linguistik, dan
fiqh
al-lughah sama dengan al-filulujia?

Polemik ini terjadi karena ketika term linguistik -yang secara
harfiyah dapat diterjemahkan menjadi ilm al-lughah- dikenal
oleh para linguis Arab, mereka sudah terlebih dahulu mengenal term
fiqh
lughahFiqh lughah sebagai sebuah ilmu yang menjadikan
bahasa sebagai objek kajiannya, telah muncul di dunia Arab sejak abad
ke-4 H. atau sekitar abad ke 10 M. Kondisi ini telah menyebabkan
terjadinya perbedaan pendapat mengenai identik atau tidaknya antara ilmu
lughah dengan fiqh lughah.

Kamal Basyar membedakan antara ilmu al-lughah dengan
fiqh
al-lughah. Sedangkan  Subhi Shalih menyamakan kedua istilah itu.
Sementara Abduh al-Rajihi, yang juga termasuk linguis Arab modern,
membedakan antara kedua istilah itu. Al-Rajihi  menukil apa yang
dikatakan Juwaidi (Guidi), bahwa kata filologi sulit untuk diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab.

Dengan demikian secara dikotomis ada dua kubu mengenai masalah ini.
Kubu pertama mengidentikkan antara ilmu al-lughah dengan
fiqh
al-lughah, sedangkan kubu kedua membedakan kedua istilah itu.
Alasan kelompok pertama sebagaimana dikemukakan oleh Ya’qub (1982:
28-36) adalah sebagai berikut.
  1. Secara etimologis kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan bahwa

الفقه = العلم بالشيء و الفهم له. الفقه في الأصل الفهم له.
الفقه = الفهم و الفتنة و العلم.
Al-fiqh = al-‘ilmu bi al-syai wa al-fahmu lah; Al-fiqhu fi
al-ashli al-fahmu lahu; Al-fiqhu = al-fahmu wa al-fithnatu wa al-‘ilmu.

Singkatnya kata al-fiqh (الفقه)
=
al-’ilm (العلم) dan kata  faquha (فقه)
=
‘alima (علم). Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh
lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan demikian frase
ilm
lughah sama dengan frase fiqh lughah.

Secara terminologis, ilmu al-lughah (علم اللغة)  adalah ilmu
yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, atau telaah ilmiah
mengenai bahasa seperti yang telah dikemukaan di atas. Sedangkan
filologi
“hubbub al-kalam li ta’miq fi dirasatihi min haistu
qawaidihi wa usulihi wa tarikhihi. (Subhi Shalih) “
manhajun li

al-bahsti istiqraiyun washfiyun yu’rafu bihi ashlu al-lughah allati

yurodu darsuha wa mauthinuha al-awal wa fashilatuha wa ‘alaqotuha bi
al-luughat al-mujawirah au al-baidah, al-saqiqah au al-ajnabiyyah, wa
khasaisuha wa uyubuha wa lahjatuha wa ashwatiha wa tathawwuru dilalatiha
wa madaa namaaiha qiraatan wa kitaabatan
.

  1. Objek kajian kedua ilmu itu sama, yaitu bahasa.

Kesamaan objek kajian kedua istilah di atas terbukti dengan adanya
beberapa buku yang menggunakan judul fiqh lughah yang isinya
membahas masalah bahasa. Di antara buku dimaksud adalah
‘Asshaiby fi
fiqh al-lughah wa sunani al-Arab fi kalamiha karya Ahmad Ibnu
Faris (395 H),  ‘fiqh al-lughah wa sirru al-Arabiyyah karya
Assa’alaby (340 H), fiqh al-lughah karya Ali Abdul Wahid Wafi
(1945), buku ‘Dirasaat fi Fiqh al-Lughah’ karya Muhammad
Almubarak (1960) dll.
3. Alasan lain bagi mereka yang mengidentikkan antara
ilmu
al-lughah dengan fiqh al-lughah adalah:

3.1        Ibnu Faris, Tsa’alabi, dan Ibnu Jinni walaupun nampaknya
mereka mempelajari bahasa sebagai alat, tetapi pada akhirnya studi
mereka diarahkan untuk mengkaji bahasa Alqur’an.

3.2         Dalam fiqh al-Lughah, orang Arab tidak membahas
masalah asal-usul bahasa. Lain halnya dengan para filolog Barat dalam
filologinya.

3.3         Filologi lebih cenderung bersifat komparatif, sedangkan
orang Arab dengan fiqh al-lughahnya, tidak pernah melakukan
pembandingan bahasa.

3.4         Filologi lebih cenderung membahas bahasa yang sudah mati,
sedangkan fiqh al-lughah tidak pernah membahas bahasa
demikian.

3.5         Para filolog mengkaji dialek-dialek Indo-Eropa, sedangkan
orang Arab mengkaji bahasa Alqur’an.

Dari beberapa alasan di atas, jelaslah bahwa fiqh al-lughah
sama dengan ilmu al-lughah, dan tidak sama dengan filologi yang
dipelajari di Barat. Dan bila para linguis mengumandangkan bahwa
karakter linguistik adalah (1) menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya, (2) menggunakan metode deskriptif, (3) menganalisis bahasa
dari empat tataran, dan (4)  bersifat ilmiah, maka semua kriteria itu 
terdapat pada studi bahasa Arab yang dilabeli fiqh al-lughah
itu. Oleh sebab itu, bagi penganut pendapat di atas, fiqh lughah
sama dengan ilmu lughah.

Adapun alasan kelompok yang membedakan antara fiqh al-lughah
dengan ilmu al-lughah sebagaimana yang dikemukakan oleh Ya’qub
(1982: 33-36) adalah sebagai berikut.
  1. Cara pandang ilm al-lughah terhadap bahasa berbeda dengan cara pandang fiqh al-lughah. Yang pertama memandang/mengkaji bahasa untuk bahasa, sedangkan yang kedua mengkaji bahasa sebagai sarana untuk mengungkap budaya.
  2. Ruang lingkup kajian fiqh al-lughah lebih luas dibanding ilmu al-lughahFiqh luggah ditujukan untuk mengungkap aspek budaya dan sastra. Para sarjananya melalukan komparasi antara satu bahasa dengan bahasa lain. Bahkan membuat rekonstruksi teks-teks klasiknya guna mengungkap nilai-nilai budaya yang dikandungnya. Sedangkan ilmu al-lughah hanya memusatkan diri pada kajian struktur internal bahasa saja.
  3. Secara historis, istilah fiqh al-lughah sudah lebih lama digunakan dibanding istilah ilmu al-lughah.
  4. Sejak dicetuskannya, ilmu al-lughah sudah dilabeli kata ilmiah secara konsisten, sedangkan fiqh al-lughah masih diragukan keilmiahannya.
  5. Mayoritas kajian fiqh al-lughah bersifat historis komparatif, sedangkan ilmu al-lughah lebih bersifat deskriptif sinkronis.

Atas dasar pertimbangan itu, dalam beberapa kamus bahasa Arab, kedua
istilah itu penggunaanya dibedakan. Penulis melihat, bahwa kelompok yang
membedakan kedua term di atas, dipengaruhi oleh anggapan bahwa
fiqh
lughah sam dengan filologi.

Ada linguis yang mengatakan bahwa ilmu al-lughah mengakaji
bukan saja bahasa Arab, tetapi juga bahasa lain (ini yang disebut
linguistik umum). Sedangkan fiqh al-lughah hanya mengakaji
bahasa Arab. Oleh sebab itu, di antara para linguis Arab ada yang
mengatakan bahwa fiqh lugah adalah
ilmu al-lughah
al-arabiyyah (linguistik bahasa Arab)Term terakhir ini
digunakan sebagai judul buku oleh Mahmud Fahmi Hijazy.

Ramdlan Abdut Tawab dalam Fushul fi Fiqh al-Arabiyyah (1994)
mengatakan “Term Fiqh al-Lughah sekarang ini digunakan untuk
menamakan sebuah ilmu yang berusaha untuk mengungkap karakteristik
bahasa Arab, mengetahui kaidah-kaidahnya, perkembangannya, serta
berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa ini baik secara diakronis
maupun sinkronis.”

Akhirnya saya perlu mengemukakan istilah filologi. Istilah ini,
berasal dari kata philologie (Prancis) atau philology
(Inggris). Secara etimologis kata ini terdiri atas dua morfem: philo
‘pencinta’, dan loghos ‘ilmu’ atau ‘ucapan’. Dengan demikian
secara etimologis filologi berarti pencinta ilmu atau pencinta ucapan.

Secara terminologis, menurut Verhaar (1988: 5): “Filologi adalah ilmu
yang menyelidiki masa kuno dari suatu bahasa berdasarkan
dokumen-dokumen tertulis.” Pernyataan Verhaar ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Tamam Hasan. Menurut Hasan, filologi adalah ilmu
yang mengkaji serta mengkritisi teks-teks klasik dari berbagai aspeknya.
Menurutnya, ciri khas filologi adalah berorentasi pada bahasa kuno.

Pada perkembangan berikutnya, selain berorientasi pada bahasa kuno,
filologi juga bersifat komparatif. Hal ini terjadi ketika para filolog
Eropa menemukan adanya beberapa persamaan antara bahasa Eropa dengan
bahasa Sansekerta. Sampai pase ini, filologi mendapat label baru yaitu
komparatif.

Pada akhir masa renaisan, para filolog mulai menjamah bahasa Arab,
mereka mengadakan perbandingan antara bahasa Arab dngan bahasa Ibrani.
Lambat laun, filologi tidak lagi mengkaji bahasa=bahasa kuno, melainkan
mengakaji bahasa yang masih hidup.
Bahan Bacaan
  1. Ahmad Muhammad Qadur, Madkhal ila Fiqh al-Lughah al-Arabiyah, dar El-Fikr, Beirut, 1993
  2. Ahmad Muhammad Qadur, Mabadi al-Lisaniyat, Dar al-Fikr al-Mu’ashir, Libanon, 1996
  3. Chaer, Abdul   Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  4. Ibrahim al-Samiraiy, Fiqh al-Lugahah al-Muqaran, Dar al-Tsaqafah l-Arabiyah, tt
  5. Imil Badi’ Ya’qub. 1982. Fiqh Lughah al-Arabiyyah wa Khashaisuha. Daruttsaqafah
  6. Mahmud Fahmy Hijazy, Ilm al-Lughah al-Arabiyah, Wakalat al-Mathbu’at, Kuwait, 1973
  7. Mubaraok. Muhammad. 1964. Fiqh Lughah wa khashaisu al-Arabiyah. Darulfikri
  8. Mugly, Sami’ Abu. 1987.  Fi Fiqhi al-Lughah, wa Qadlaaya al-Arabiyyah Ardan:  Majid Lawi.
  9. Pateda, Mansur  1988.  Linguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa.
  10. Ramdhan Abduttawab, Fushul fi fiqh Al Arabiyah. Maktabah Al-kahnji, Kairo, 1994
  11. Tamam Hasan, 2000, Al-Ushul, ‘Alimu al-kutub, Kairo