Sastra Arab
Era Klasik
1. Masa
jahiliyah
Masa
sekitar 200 atau 150 tahun sebelum permulaan Islam, dan berakhirnya masa ini
ditandai dengan datangnya agama Islam.[1] Sastra Arab jahiliyah memiliki ciri-ciri yang umumnya
yang menggambarkan suatu kebanggaan terhadap diri sendiri (suku), keturunan,
dan gaya hidup. Terkadang syair-syair pada masa itu juga mengekspresikan
ejekan, ratapan terhadap puing-puing reruntuhan, dan ekspresi keindahan
terhadap wanita. Syair-syair tersebut dituliskan pada dinding Kabah. Sebagai
puncak karya sastra jahiliyah, Dikenal ada dua karya sastra penting yang terkemuka
yang ditulis sastrawan Arab di era pra-Islam, keduanya adalah Mu’allaqat
dan Mufaddaliyat.[2] Para penyair Jahiliyah yang terkenal pada masa ini adalah
Umruul Qais, Zuhair Ibnu Abi Sulma, dan Nabighah Az-Zibyani. Ketiganya terkenal
dengan karya Mu'allaqatnya yang digantung di Qiswah Ka'bah.
2.
Masa permulaan Islam
Dimulai
pada masa munculnya agama Islam (di Mekkah), dan berakhir dengan berakhirnya
masa kekhalifahan Khulafaur Rasyidin pada tahun 40 hijriyah.
Dengan
demikian, sastra Arab memasuki episode baru sejak agama Islam diturunkan di
Jazirah Arab yang ajarannya disampaikan melalui Alquran. Kitab suci umat Islam
itu telah memberi pengaruh yang amat besar dan signifikan terhadap bahasa Arab.
Bahkan, Alquran tak hanya memberi pengaruh terhadap sastra Arab, namun juga
terhadap kebudayaan secara keseluruhan.
Sebagian
orang menyebut Alquran sebagai karya sastra terbesar. Namun, sebagian kalangan
tidak mendudukan Alquran sebagai karya sastra, dengan asumsi karena merupakan
firman Allah SWT yang tak bisa disamakan dengan karya manusia. Teks penting
lainnya dalam agama Islam adalah hadits atau sunnah.
Ada satu
hal yang unik dalam sejarah bangsa arab, walau pun bangsa arab peradabannya
tertinggal akan tetapi kesusastraannya sama sekali tidak terengaruhi karena
sebelum kedatangan islam sastra di tanah arab sudah dikenl bahkan sampai
berkembang. Ketika islam masuk, kesusastraan arab tidak berubah hanya saja isi
dan semangat yang dikandung dalam sastra tersebut yang mengalami perubahannya.
Hal ini diakibatkan karena banyak sastrawan saat itu yang, masuk islam sehinga
mempengaruhi terhadap sastra itu sendri. Diantara sastrawan jahiliyah yang
masuk islam adalah : Hassan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik dan Abdullah bin
Rawahah.
3.
Masa Umawiyyah
Dimulai
dengan berdirinya Daulah Umawiyah tahun 40 hijriyah, dan berakhir dengan
jatuhnya dinasti ini pada tahun 132 hijriyah.[3]
Sejarah
mencatat, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa
kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para
penguasa Muslim. Tak heran, bila di zaman itu muncul sastrawan Islam yang
terkemuka dan berpengaruh. Di era kekuasaan Dinasti Umayyah (661 M – 750 M),
gaya hidup orang Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup
menetap dan bergaya kota.
Pada era
itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada
zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang
disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik.
Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak
dapat dipisahkan.
Tema-tema
puisi pada masa umumnya berkisar pada Puisi Politik (Syiir al-Siyasi), Puisi
Polemik (Syiir al-Naqoid), serta tema-tema puisi lainnya yang umum
digunakan pada masa sebelumnya.
4.
Masa Abbasiyyah
Dimulai
dengan berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 hijriyah, dan berakhir dengan
penyerbuan Mongolia ke negeri Baghdhad tahun 656 hijriyah.[4]
Sastra
makin tumbuh di era kekuasaan Daulah Abbasiyah - yang berkuasa di Baghdad pada
abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat
Khalifah Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun berkuasa. Pada era itu, prosa
Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi
sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan.
Penyair-penyair sangat bnayak pada zaman ini.
Para
sastrawan di era kejayaan Abbasiyah turut mempengaruhi perkembangan sastra di
Eropa era Renaisains. Salah seorang sastrawan yang melahirkan prosa-prosa
jenius pada masa itu bernama Abu ‘Uthman ‘Umar bin Bahr al- Jahiz (776 M - 869
M), cucu seorang budak berkulit hitam. Karya terkemuka Al-Jahiz adalah Kitab
al-Hayawan, atau ‘Buku tentang Binatang’ sebuah antologi anekdot-anekdot
binatang yang menyajikan kisah fiksi dan non-fiksi. Selain itu, karya lainnya
yang sangat populer adalah Kitab al-Bukhala.
Masa Bani Abbasiyah, banyak hal yang terjadi dan
banyak penyair yang terkenal yang memiliki kebiasaan masing-masing. Pada dekade
terakhir muncul tokoh-tokoh penyair pada masa akhir Bani Abbasiyah seperti Abu
Thoyyib Al Mutanabbi yang pengaruhnya hingga ke Eropa.
5.
Masa Pertengahan
Masa
ini meliputi dua dinasti, yaitu Dinasti Mamluki dan Ustmani. Dimulai pada tahun
656 Hijriyyah, setelah runtuhnya dinasti Abbasiyah karena penyerbuan orang
Mongol dan timbulnya Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali dalam lingkungan
Imperium Utsmaniyah, masa ini ditandai dengan tidak adanya lagi semangat
lingkungan yang kreatif dan bakat perseorangan yang menonjol seperti yang
pernah ada. Masa kemunduran ini perlahan mulai bangkit sejalan dengan
dorongan-dorongan pembaruan dari dalam dan tantangan pengaruh Barat.[5]
Sastra Arab Era
Modern
Tahun 1798 adalah saat Napoleon Bonaparte menginjakkan kaki di Mesir.Tahun
itu sangat bersejarah. Bernard Lewis menyebutnya sebagai a watershed in history
dan the first shock to Islamic complacency, the first impulse to westernization
and reform (Lewis1964:34). Para ahli sejarah sepakat, kedatangan Bonaparte di
Mesir merupakan tonggak penting bagi kaum Muslim dan juga bagi bangsa
Eropa.Bagi kaum Muslim, kedatangan itu membuka mata betapa tentara Eropa yang
modern mampu menaklukkan dan menguasai jantung Islam. Bagi orang Eropa,
kedatangan itu menyadarkan betapa mudah menaklukkan sebuah peradaban yang di
masa silam begitu berjaya dan sulit ditaklukkan.
Pada akhir abad XVIII ketika bangsa Arab di bawah pemerintahan
Daulat Usmaniyah keadaannya sangat
lemah. Bangsa Eropa setelah melihat keadaan ini, kembali mengulangi ekspansinya
ke Timur Tengah. Mereka datang tidak
dengan kekerasan tetapi kedatangan ini
dengan dalih untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan memperluas roda perdagangan. Pemerintahan
berikutnya yang jatuh kepada Muhammad Ali (yang semula diangkat oleh Sultan
Usmani menjadi Gubernur Mesir) berusaha untuk
menerima kebudayaan Barat dan hasil ilmu pengetahuan Barat, Ali tidak
lagi mementingkan pemerintah dan
pembangunan, maka perkembangan di
bidang sastra berkurang. Dua abad
kemudian barulah muncul lagi karya sastra Arab yang baru, dan para penyair
menyesuaikan diri dengan keadaan zaman
modern, mereka mulai melepaskan
diri dari ciri khas klasik, namun keterikatannya masih ada.[6]
Berikut beberapa aliran sastra Arab yang
muncul pada era modern:
1. Neo-klasik (muhafidun)
Mahmud Sami al Barudi (1838-1904M) merupakan pelopor berdirinya aliran neoklasik
(al muhafidin) sastra arab, terutama dalam genre puisi yang sangat diminati
oleh bangsa arab. Ia merupakan sumber inspirasi bagi tokoh penyaiir besar yaitu
Ahmad Syauqi (1969-1932 M), Hafidz Ibrahim (1871-1932 M). Ketiga penyair di atas merupakn tokoh yang secara
konsisten menempuh jalan seperti yang dilakukan Albarudi dalam menoreh pada
warisan puisi klasik, tentu saja memberikan ulasan dan inovasi terutama
terhadap persoalan jamannya. Inovasi yang mereka gubah ialah mereka banyak
menggubah tema-tema puisi yang bersumber dari selera pribadi dan kelompok
masyarakat. Tetapi banyak para kritikus yang menyayangkan akan hal itu
dikarnakan banyak tema puisi yang digubah dari persoalan jamannya mereka usung
secara apa adanya tanpa melibatkan emosi pribadi sehingga puisinya nampak
sangat objektif dan inilah yang menjadi kritikan pedas terhadap kemunculan
aliran romantisme.
2. Romantisme
(mujaddidun)
Awal
mula aliran ini muncul di Eropa pada abad ke- 18 dan masuk ke dunia Arab pada
permulaan abad 20. yang dipelopori oleh Kholil muthran (1873-1949) sebagai
reaksi terhadap aliran sastra neo-klasik yang digawangi oleh Al-Barudi (Manshur
1977 : 180 ) Berbeda dengan
aliran neo-klasik yang bercirikan rasionalisme dan realisme serta keterikatan
pada prosodi gaya lama, aliran ini cenderung lebih menekankan pada emosi dan imajinasi yang kuat
dengan mengesampingkan akal dan realitas sebagai batasannya.
Aliran romantisme ini melahirkan beberapa lembaga yakni:
1. Madrasah Diwan
Berdirinya ditandai dengan terbitnya antologi puisi Abdurrahman syukri
(dhau’ al-fajr) pada 1909. aliran ini bayak dipengaruhi oleh pemikiran Mathran
akan tetapi mereka lebih condong pada sastra inggris dan tidak terikat pada
style sastra arab lama. Si’ir al-mursal merupakan produk aliran ini . (Ash –
Shaify 1974 : 70)
Tokoh aliran ini antara lain : Abdurrahman Syukri (1886-1958), Abbas
Mahmud Uqad (1899-1954), dan Abdul Qadir Al mazni (1890-1949)
2. Madrasah Apolo
Berdiri pada tahun 1932 di cairo. Idealisme yang tinggi serta ciri
melankolis merupakan corak yang menonjol pada aliran ini. (Ash – Shaify 1974 :
70).
Tokoh-tokohnya antara lain : Ahmad Zaky Abu Syadi (1892- 1955), Ibrahim
Najiy (1898 – 1953), Ali Mahmud Thaha (1902 – 1949), dan Mahmud Hasan Ismail
(1910 – 1977)
3. Sastra Diaspora
Sastra
Diaspora merupakan bagian dari aliran romantisme arab yang berkembang diluar
wilayah arab.
1. Rabithah Qalamiyah (Ad- Dasuqy 1967 : jilid 2
:232 – 233)
Berdiri pada
1920 di New York, Amerika Serikat. Tokohnya antara lain : Khalil gibran ( 1883
– 1931), Iliya Abu Madhi (1890 – 1957), Mikhail nai’mah (1889 – 1988), dan Nushaib
aridh
2. Usbah
andalusiyah (Ad- Dasuqy 1967 : jilid 2 :232 – 233)
Berdiri pada1933 di Sao Paulo, Brazil Amerika latin.
Dengan tokohnya : Mishal Ma’luf (1889 – 1942), Salim Khuriy , ilyas farhat
(1893 – 1976), dan Syafiq Ma’luf.
Selain
aliran-aliran sastra arab modern diatas masih ada beberap aliran sastra yang
berkembang di dunia sastra arab modern, diantaranya feminisme dan simbolisme
yang banyak dipengaruhi oleh sastra barat.
[1] Syeikh Muhammad Al-Iskandi, Syeikh Mustofa 'Anani. Al-Wasit Fil Adabil 'Arabi wa Tarikhuhu. Mesir: Dar El Ma'arif, 1916, hlm. 10
[3] Syeikh Muhammad Al-Iskandi, Syeikh Mustofa 'Anani, Op.Cit,
hlm.10.
[4] Ibid.,hlm.10.
[5] Hartojo Andangdjaja, Puisi Arab Modern, Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya, 1983, hlm. 13.
[6] Lihat Philip K. Hitti. History
of the Arabs. Hlm.954-9555
Tidak ada komentar:
Posting Komentar