Selasa, 16 Oktober 2012

Ilmu Lughoh



Terdapat beberapa nama yang biasa digunakan oleh para ahli  bahasa
untuk menamai ilmu yang berurusan dengan bahasa.  Banyaknya nama itu
disebabkan oleh banyaknya ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya. Menurut Sudaryanto (1996) minimalnya ada lima macam ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, yaitu:
  1. ilmu tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa. Dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti harfiah;
  2. ilmu atau ilmu-ilmu tentang bahasa. Dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti metaforis;
  3. ilmu atau ilmu-ilmu yang salah satu dasarnya bahasa. Kadang dalam hal ini bahasa menjadi dasar utama;
  4. ilmu atau ilmu-ilmu tentang pendapat mengenai bahasa, dan
  5. ilmu atau ilmu-ilmu tentang ilmu bahasa atau ilmu-ilmu mengenai ilmu bahasa.

Dari kelima macam ilmu yang disebutkan di
atas, nampaknya hanya nomor (1) yang dapat dikatakan sebagai ilmu yang
benar-benar menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, yaitu ilmu
tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa. Ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya ini –di Indonesia dan juga di
dunia Arab-  dikenal dengan berbagai nama.

Diantara nama-nama yang biasa digunakan adalah,
ilmu bahasa, tata
bahasa, grammar, dan linguistik, dll (lihat Chaer, 1994).
Sedangkan di dunia Arab digunakan istilah ilmu al-lughah (علم
اللغة) , al-Lisaniyat(اللسانيات)
,
al-Lughawiyat(اللسانيات) , al-Alsuniyah (الألسنية)
, fiqh al-lughah(فقه اللغة) , al-Filulujia(الفلولوجيا)
, dll untuk menyebut ilmu yang membahas bahasa ini (lihat
Qodur, 1993 dan 1996; Abdu Tawab, 1996; Abu Alfaraj, 1966; Imil Badi,
1982; Tamam Hasan, 1982; Fahmi Hijazy, 1973; Abdu Shabur Sahin, tt;
dll). Di bawah ini akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan
istilah-istilah itu.
  1. 1. Ilmu Bahasa atau  Linguistik

Ilmu dapat diartikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu;
atau segala perbuatan manusia untuk memahami sesuatu objek yang
dihadapinya; atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek
tertentu. Dalam kamus Oxford (1974: 760) disebutkan bahwa
Science;


knowledge arranged in an ordely manner, especially knowledge obtaind by
observation and testing of facts. Sedangkan bahasa -salah satunya-
biasa dipahami sebagai sistem dari pada lambang yang dipakai orang
untuk melahirkan pikiran dan perasaan (Poerwadarminta, 1985: 75). Dengan
demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa ilmu bahasa
adalah ilmu pengetahuan yang digunakan oleh manusia untuk memahami
sistem dari pada lambang yang dipakai orang untuk berkomunikasi. Secara
singkat, bisa dikatakan, bahwa ilmu bahasa adalah ilmu yang membicarakan
tentang bahasa; atau ilmu yang digunakan untuk mengkaji bahasa; atau
ilmu yang objek kajiannya adalah bahasa; atau ilmu yang mengkaji
seluk-beluk bahasa (Sudaryanto, 1996: 5).

Menurut Chaer (1994: 2) ilmu bahasa ini di Indonesia -saat ini-
dikenal juga dengan nama linguistik. Istilah linguistik sepadan dengan
istilah linguistics (Inggris), linguistiek (Belanda), linguistica
(Italia), Linfvistika (Rusia), dan linguistique (Prancis).
Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang
berarti ‘bahasa’. Kata Arab yang mirip dengan kata lingua
adalah kata lughah (لغة) ‘bahasa’.

Istilah ilmu bahasa sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Sedangkan istilah linguistik dikenal kemudian. Namun walaupun
istilah ilmu bahasa sudah lama dikenal, masih saja terdapat perbedaan
pemahaman dan penggunaannya yang disebabkan oleh banyaknya ilmu yang
menjadikan bahasa  sebagai objek kajiannya sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas. Bagi sebagian orang, ilmu bahasa masih identik
dengan gramatika atau tata bahasa yang biasanya
berbicara sekitar masalah morfologi dan sintaksis. Sedangkan bagi
sebagian yang lain, terutama yang pernah mempelajari ilmu bahasa modern,
pengertian ilmu bahasa identik dengan linguistik.

Dalam bahasa Inggris, istilah linguistik, selain berarti ilmu yang
mengkaji bahasa (linguistics), juga berati ‘bahasa’ (linguistic).
Kedua arti ini digunakan juga dalam bahasa Indonesia. Pada frase
‘linguistik pengantar’ kata linguistik berarti ilmu bahasa.
Sedangkan dalam frase ‘masyarakat linguistik’ kata linguistik
berarti ‘bahasa’.

Akhir-akhir ini, penggunaan istilah linguistik sudah lebih populer,
hanya saja, kepopuleran itu tidak mampu mengeluarkan linguistik dari
kesamaran/kekaburan pengertian. Menurut Sudaryanto ada empat hal yang
mengaburkan pengertian linguistik:
  1. banyak ilmu yang berhubungan dengan bahasa;
  2. adanya pengertian bahasa yang bersifat ganda;
  3. adanya istilah linguistik yang bukan untuk linguistics; dan
  4. adanya linguis yang berperan ganda.

Sebagai telah dipaparkan di atas, istilah linguistik secara
etimologis diambil dari kata  Latin lingua ‘bahasa’. Menurut
sebagian pakar bahasa, istilah linguitik terdiri atas dua morfem: lingua
dan etik. Lingua berarti ‘bahasa’ dan etik
berarti ‘melihat’. Dengan pendekatan etik, pola-pola fisik bahasa
digambarkan tanpa menghubungkannya dengan fungsinya dalam sistem bahasa
(Kridalaksana, 1993; 52). Sedangkan menurut Sudaryanto (1996: 10),
akhiran -ik, -ics,  dan -ique sepadan dengan -logi
yang berarti ‘ilmu’. Dengan akhiran –ik yang berari ‘ilmu’,
kata linguistik bisa diartikan ilmu bahasa.

Secara terminologis, linguistik didefinisikan dengan berbagai
redaksi. Berikut beberapa pendapat pakar bahasa mengenai definisi
linguistik:
  1. Hornby (ed. III: 494) linguistics: “(1) The scientific study of languages, (2) the science of language, e.g. of it structure, acquisition, relationship to other forms of communication.”
  2. Kridalaksana (1993; 128): “Ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah.”
  3. Lyons (1995: 1): “Linguistik mungkin bisa didefinisikan sebagai pengkajian bahasa secara ilmiah.”
  4. Martinet (1987: 19): “Linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia.”
  5. Chaer (1994: 1): “Ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.”

Istilah linguistik dikenal juga oleh orang Arab, namun mereka tidak
menggunakan istilah ini sebagai nama ilmu yang mengkaji bahasa mereka.
Alih-alih penggunaan istilah linguistik, linguis Arab menggunakan
istilah  ‘ilmu al-lughah, fiqh al-lughah, lisaniyat, alsuniyah, atau lughawiyat. Banyaknya istilah yang mereka gunakan telah
menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat tentang istilah mana  yang
tepat untuk menamai ilmu yang di Barat dan juga di Indonesia disebut
dengan linguistik ini.  Berikut beberapa pendapat linguis Arab mengenai
istilah-istilah di atas.
a.
‘Ilm al-Lughah, al-Lisaniyat, al-Alsuniyah,
al-Lughawiyat, dan Fiqh al-Lughah.

Frase ‘ilmu al-lughah (علم اللغة), terdiri dari dua kata; ‘ilm
(علم) dan lughah (اللغة). Secara etimologis, ‘ilm
(علم) berarti ‘ilmu’, dan lughah (لغة) berarti ‘bahasa’. Jadi
secara etimologis ‘ ilmu al-lughah (علم اللغة) = ilmu bahasa =
linguistik = linguistics = linguistique = linguistiek.

Istilah lisaniyat (اللسانيات)dan alsuniyah
(الألسنية)masing-masing diderivasi dari nomina lisan (لسان) ‘lidah’ atau ‘bahasa’. Sedangkan istilah

‘lughawiyat(اللغويات) , diderivasi dari nomina lughah
(لغة) ‘bahasa’. Morfem (sufiks) –yat (يات) yang melekat pada
akhir kata-kata itu bermakna ‘mengenai/tentang’ dan menunjukkan makna
‘ilmu’ (keilmuan) sebagai akibat dari penisbatan. Ketiga
istilah terakhir (lisaniyat, alsuniyah, dan lughawiyat)
merupakan istilah lain yang maknanya dan pemakaiannya sepadan dengan
istilah ilm al-lughah
.

Secara terminologis, term ilmu al-lugah, oleh linguis Arab
didefinisikan sebagai berikut.

1….   هو العلم الذي يبحث في اللغة, و يتخذها موضوعا له, فيدرسها من
ناحية وصفية وتاريخية و مقارنة
)
hua al-ilmu al-ladzi yabhatsu fi al-lughah. wa yattakhidzuha


maudu’an lahu fayadrusuha min naahiyat wasfiyyah wa tarikhiyah wa
muqaranah….(Tawab 1982: 7)

Ilmu al-lughah adalah ilmu yang mengkaji bahasa untuk
bahasa, baik secara sinkronis, diakronis, maupun komparatif”.
2. ,,,,

العلم الذي يدرس اللغة  الإنسانية دراسة علمية تقوم على الوصف
و معاينة الوقائع, بعيدا عن النزعة التعليمية  و الأحكام  المعيارية.

(Al-‘ilmu al-ladzi yadrusu al-lughah al-insaniyyah dirasatan


ilmiyyatan taqumu ‘ala al-washfi wa mu’aayanati al-waqa’i, ba’iidan ‘an
al-naz’ah al-ta’limiyyah wa al-ahkam al-mi’yaariyyah)” (Qadur
(1996: 11)

” …… adalah ilmu yang mengkaji bahasa secara ilmiyah dan berdasar
pada metode deskriptif guna mengungkap fakta kebahasaan secara apa
adanya tanpa melibatkan unsur preskriptif.”
  1. b. Ilmu al-lughah (علم اللغة)dan Fiqh al-Lughah (فقه اللغة)

Polemik panjang telah terjadi sekitar istilah fiqh al-lughah
dan ilm al-lughah. Apakah ilmu al-lughah identik
dengan fiqh al-lughah atau tidak? Ada yang menyamakan ada pula
yang membedakan antara keduanya. Hingga saat ini perdebatan mengenai
kedua istilah itu masih berlanjut. Polemik ini muncul karena di Barat
selain istilah linguistics, terdapat juga istilah philology
yang diserap oleh sebagian ahli ke dalam bahasa Arab menjadi al-filulujiya.
Lalu apakah ilmu al-lughah sama dengan linguistik, dan
fiqh
al-lughah sama dengan al-filulujia?

Polemik ini terjadi karena ketika term linguistik -yang secara
harfiyah dapat diterjemahkan menjadi ilm al-lughah- dikenal
oleh para linguis Arab, mereka sudah terlebih dahulu mengenal term
fiqh
lughahFiqh lughah sebagai sebuah ilmu yang menjadikan
bahasa sebagai objek kajiannya, telah muncul di dunia Arab sejak abad
ke-4 H. atau sekitar abad ke 10 M. Kondisi ini telah menyebabkan
terjadinya perbedaan pendapat mengenai identik atau tidaknya antara ilmu
lughah dengan fiqh lughah.

Kamal Basyar membedakan antara ilmu al-lughah dengan
fiqh
al-lughah. Sedangkan  Subhi Shalih menyamakan kedua istilah itu.
Sementara Abduh al-Rajihi, yang juga termasuk linguis Arab modern,
membedakan antara kedua istilah itu. Al-Rajihi  menukil apa yang
dikatakan Juwaidi (Guidi), bahwa kata filologi sulit untuk diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab.

Dengan demikian secara dikotomis ada dua kubu mengenai masalah ini.
Kubu pertama mengidentikkan antara ilmu al-lughah dengan
fiqh
al-lughah, sedangkan kubu kedua membedakan kedua istilah itu.
Alasan kelompok pertama sebagaimana dikemukakan oleh Ya’qub (1982:
28-36) adalah sebagai berikut.
  1. Secara etimologis kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan bahwa

الفقه = العلم بالشيء و الفهم له. الفقه في الأصل الفهم له.
الفقه = الفهم و الفتنة و العلم.
Al-fiqh = al-‘ilmu bi al-syai wa al-fahmu lah; Al-fiqhu fi
al-ashli al-fahmu lahu; Al-fiqhu = al-fahmu wa al-fithnatu wa al-‘ilmu.

Singkatnya kata al-fiqh (الفقه)
=
al-’ilm (العلم) dan kata  faquha (فقه)
=
‘alima (علم). Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh
lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan demikian frase
ilm
lughah sama dengan frase fiqh lughah.

Secara terminologis, ilmu al-lughah (علم اللغة)  adalah ilmu
yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, atau telaah ilmiah
mengenai bahasa seperti yang telah dikemukaan di atas. Sedangkan
filologi
“hubbub al-kalam li ta’miq fi dirasatihi min haistu
qawaidihi wa usulihi wa tarikhihi. (Subhi Shalih) “
manhajun li

al-bahsti istiqraiyun washfiyun yu’rafu bihi ashlu al-lughah allati

yurodu darsuha wa mauthinuha al-awal wa fashilatuha wa ‘alaqotuha bi
al-luughat al-mujawirah au al-baidah, al-saqiqah au al-ajnabiyyah, wa
khasaisuha wa uyubuha wa lahjatuha wa ashwatiha wa tathawwuru dilalatiha
wa madaa namaaiha qiraatan wa kitaabatan
.

  1. Objek kajian kedua ilmu itu sama, yaitu bahasa.

Kesamaan objek kajian kedua istilah di atas terbukti dengan adanya
beberapa buku yang menggunakan judul fiqh lughah yang isinya
membahas masalah bahasa. Di antara buku dimaksud adalah
‘Asshaiby fi
fiqh al-lughah wa sunani al-Arab fi kalamiha karya Ahmad Ibnu
Faris (395 H),  ‘fiqh al-lughah wa sirru al-Arabiyyah karya
Assa’alaby (340 H), fiqh al-lughah karya Ali Abdul Wahid Wafi
(1945), buku ‘Dirasaat fi Fiqh al-Lughah’ karya Muhammad
Almubarak (1960) dll.
3. Alasan lain bagi mereka yang mengidentikkan antara
ilmu
al-lughah dengan fiqh al-lughah adalah:

3.1        Ibnu Faris, Tsa’alabi, dan Ibnu Jinni walaupun nampaknya
mereka mempelajari bahasa sebagai alat, tetapi pada akhirnya studi
mereka diarahkan untuk mengkaji bahasa Alqur’an.

3.2         Dalam fiqh al-Lughah, orang Arab tidak membahas
masalah asal-usul bahasa. Lain halnya dengan para filolog Barat dalam
filologinya.

3.3         Filologi lebih cenderung bersifat komparatif, sedangkan
orang Arab dengan fiqh al-lughahnya, tidak pernah melakukan
pembandingan bahasa.

3.4         Filologi lebih cenderung membahas bahasa yang sudah mati,
sedangkan fiqh al-lughah tidak pernah membahas bahasa
demikian.

3.5         Para filolog mengkaji dialek-dialek Indo-Eropa, sedangkan
orang Arab mengkaji bahasa Alqur’an.

Dari beberapa alasan di atas, jelaslah bahwa fiqh al-lughah
sama dengan ilmu al-lughah, dan tidak sama dengan filologi yang
dipelajari di Barat. Dan bila para linguis mengumandangkan bahwa
karakter linguistik adalah (1) menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya, (2) menggunakan metode deskriptif, (3) menganalisis bahasa
dari empat tataran, dan (4)  bersifat ilmiah, maka semua kriteria itu 
terdapat pada studi bahasa Arab yang dilabeli fiqh al-lughah
itu. Oleh sebab itu, bagi penganut pendapat di atas, fiqh lughah
sama dengan ilmu lughah.

Adapun alasan kelompok yang membedakan antara fiqh al-lughah
dengan ilmu al-lughah sebagaimana yang dikemukakan oleh Ya’qub
(1982: 33-36) adalah sebagai berikut.
  1. Cara pandang ilm al-lughah terhadap bahasa berbeda dengan cara pandang fiqh al-lughah. Yang pertama memandang/mengkaji bahasa untuk bahasa, sedangkan yang kedua mengkaji bahasa sebagai sarana untuk mengungkap budaya.
  2. Ruang lingkup kajian fiqh al-lughah lebih luas dibanding ilmu al-lughahFiqh luggah ditujukan untuk mengungkap aspek budaya dan sastra. Para sarjananya melalukan komparasi antara satu bahasa dengan bahasa lain. Bahkan membuat rekonstruksi teks-teks klasiknya guna mengungkap nilai-nilai budaya yang dikandungnya. Sedangkan ilmu al-lughah hanya memusatkan diri pada kajian struktur internal bahasa saja.
  3. Secara historis, istilah fiqh al-lughah sudah lebih lama digunakan dibanding istilah ilmu al-lughah.
  4. Sejak dicetuskannya, ilmu al-lughah sudah dilabeli kata ilmiah secara konsisten, sedangkan fiqh al-lughah masih diragukan keilmiahannya.
  5. Mayoritas kajian fiqh al-lughah bersifat historis komparatif, sedangkan ilmu al-lughah lebih bersifat deskriptif sinkronis.

Atas dasar pertimbangan itu, dalam beberapa kamus bahasa Arab, kedua
istilah itu penggunaanya dibedakan. Penulis melihat, bahwa kelompok yang
membedakan kedua term di atas, dipengaruhi oleh anggapan bahwa
fiqh
lughah sam dengan filologi.

Ada linguis yang mengatakan bahwa ilmu al-lughah mengakaji
bukan saja bahasa Arab, tetapi juga bahasa lain (ini yang disebut
linguistik umum). Sedangkan fiqh al-lughah hanya mengakaji
bahasa Arab. Oleh sebab itu, di antara para linguis Arab ada yang
mengatakan bahwa fiqh lugah adalah
ilmu al-lughah
al-arabiyyah (linguistik bahasa Arab)Term terakhir ini
digunakan sebagai judul buku oleh Mahmud Fahmi Hijazy.

Ramdlan Abdut Tawab dalam Fushul fi Fiqh al-Arabiyyah (1994)
mengatakan “Term Fiqh al-Lughah sekarang ini digunakan untuk
menamakan sebuah ilmu yang berusaha untuk mengungkap karakteristik
bahasa Arab, mengetahui kaidah-kaidahnya, perkembangannya, serta
berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa ini baik secara diakronis
maupun sinkronis.”

Akhirnya saya perlu mengemukakan istilah filologi. Istilah ini,
berasal dari kata philologie (Prancis) atau philology
(Inggris). Secara etimologis kata ini terdiri atas dua morfem: philo
‘pencinta’, dan loghos ‘ilmu’ atau ‘ucapan’. Dengan demikian
secara etimologis filologi berarti pencinta ilmu atau pencinta ucapan.

Secara terminologis, menurut Verhaar (1988: 5): “Filologi adalah ilmu
yang menyelidiki masa kuno dari suatu bahasa berdasarkan
dokumen-dokumen tertulis.” Pernyataan Verhaar ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Tamam Hasan. Menurut Hasan, filologi adalah ilmu
yang mengkaji serta mengkritisi teks-teks klasik dari berbagai aspeknya.
Menurutnya, ciri khas filologi adalah berorentasi pada bahasa kuno.

Pada perkembangan berikutnya, selain berorientasi pada bahasa kuno,
filologi juga bersifat komparatif. Hal ini terjadi ketika para filolog
Eropa menemukan adanya beberapa persamaan antara bahasa Eropa dengan
bahasa Sansekerta. Sampai pase ini, filologi mendapat label baru yaitu
komparatif.

Pada akhir masa renaisan, para filolog mulai menjamah bahasa Arab,
mereka mengadakan perbandingan antara bahasa Arab dngan bahasa Ibrani.
Lambat laun, filologi tidak lagi mengkaji bahasa=bahasa kuno, melainkan
mengakaji bahasa yang masih hidup.
Bahan Bacaan
  1. Ahmad Muhammad Qadur, Madkhal ila Fiqh al-Lughah al-Arabiyah, dar El-Fikr, Beirut, 1993
  2. Ahmad Muhammad Qadur, Mabadi al-Lisaniyat, Dar al-Fikr al-Mu’ashir, Libanon, 1996
  3. Chaer, Abdul   Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  4. Ibrahim al-Samiraiy, Fiqh al-Lugahah al-Muqaran, Dar al-Tsaqafah l-Arabiyah, tt
  5. Imil Badi’ Ya’qub. 1982. Fiqh Lughah al-Arabiyyah wa Khashaisuha. Daruttsaqafah
  6. Mahmud Fahmy Hijazy, Ilm al-Lughah al-Arabiyah, Wakalat al-Mathbu’at, Kuwait, 1973
  7. Mubaraok. Muhammad. 1964. Fiqh Lughah wa khashaisu al-Arabiyah. Darulfikri
  8. Mugly, Sami’ Abu. 1987.  Fi Fiqhi al-Lughah, wa Qadlaaya al-Arabiyyah Ardan:  Majid Lawi.
  9. Pateda, Mansur  1988.  Linguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa.
  10. Ramdhan Abduttawab, Fushul fi fiqh Al Arabiyah. Maktabah Al-kahnji, Kairo, 1994
  11. Tamam Hasan, 2000, Al-Ushul, ‘Alimu al-kutub, Kairo

Senin, 15 Oktober 2012

Adab Sya’by Lisan dan Ghairu Lisan



Adab Sya’by Lisan dan Ghairu Lisan
MAKALAH
A.                LATAR BELAKANG

Folklor adalah bagian dari kebudayaan. Folklor  apapun bentuk dan wujudnya diciptakan atau dikreasikan oleh manusia (man made). Folklor dari generasi ke genarasi diwariskan melalui lisan, setengah lisan (sebagian lisan) ataupun bukan lisan.
Menurut Prof. James, Folklor pertama kali diperkenalkan ke dalam dunia pengetahuan oleh William Jonh Thom, seorang ahli kebudayaan antik dari inggris. Istilah tersebut di perkenalkan oleh William Jonh Thom dalam artikelnya di majalah The Athenacum terbitan No. 982 tanggal 22 Agustus 1846, dan dia mempergunakan nama samarannya dengan Ambrose Merton. William Jonh Thoms awalnya menciptakan istilah folklore untuk sopan-santun Inggris, takhayul, balada, dsb. untuk masa lampau (yang sebelumnya disebut: antiques, popular antiquities, atau popular literature).
Kata folklor merupakan kata pengindonesiaan dari bahasa inggris yaitu “folklore”. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari 2 kata dasar “folk” dan “lore”. Keduanya mempunyai arti tersendiri , “folk” yang berarti “kolektif” bisa diartikan juga sebagai sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial satu dengan lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama’ Danandjaja (1984:1; Sudikan, 2001:11). Kemudian kata “lore” yang berarti “tradisi” dan bisa juga diartikan ‘sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat’ Danandjaja (1984:1-2). Adapun beberapa pendapat tentang pengertian Folklor, yaitu “Dongeng-dongeng, cerita-cerita, cerita rakyat” (John M. Echols & Hassan Shadily, 1977: 251).
 Dengan demikian pengertian folklor ialah sekumpulan ciptaan atau cerita adat-istiadat yang sakral yang dibuat oleh suatu kelompok masyarakat ataupun perorangan tentang asal-usul semesta manusia/bangsa, mengisahkan tentang petualangan bertokoh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (khayal) diungkapkan dengan cara ghaib (mistis) dan merujuk pada hal penting yang dianggap benar-benar terjadi, bersifat anonim, turun-temurun dari generasi ke generasi melalui lisan atau bukan lisan. Adapun define lain yang dikemukakan oleh Brunvand, yaitu “Folkrore may be defined as those materials in culture that circulate traditionally among members of any group in different versions whether in oral or by means of customary example” (1968:5 dalam Hutomo, 1991:5)

B.                 RUMUSAN MASALAH

1.      Apa saja ciri-ciri pengenal utama folklor ?
2.      Apa perbedaan antara folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan ?
3.      Apa saja fungsi dan sifat folklor ?


C.                 TUJUAN

1.    Mengetahui  cirri-ciri pengenal utama folklor.
2.    Mengetahui perbedaan antara folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
3.    Mengetahui fungsi dan sifat folklor.



1.1              Ciri-ciri Pengenal Utama Folklor.
Seperti yang kita ketahui, folklor berbeda dengan kebudayaan lainnya, untuk mengetahui seluk-beluk perbedaan tersebut, kita perlu mengetahui terlebih dahulu ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya. Adapun ciri-ciri pengenal utama folklor yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke geerasi berikutnya, sehingga tidak lagi diketahui siapa pengarangya atau dari mana asal sumber tersebut.
2.      Folklore bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relative tetap atau dalam bentuk standar. Itu disebabkan diantara kolektif tertentu dalam rentang waktu yang cukup lama (minimal 2 generasi).
3.      Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
4.      Folklor bersifat anonim , nama penciptanya tidak diketahui lagi.
5.      Biasanya mempunyai bentuk berpola.
6.      Folklor mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Biasanya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan yang terpendam.
7.      Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
8.      milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
9.      Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.


1.2              Ahli Folklor di Dunia
Di dunia ini terdapat pula ahli-ahli folklor yang mengkaji tentang berbagai folklor dengan latar belakang dan sudut pandang yang berbeda. Ahli folklor di dunia dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.      Ahli folklor Humanitis
Ahli folklor yang berlatar belakang ilmu bahasa dan kesusasteraan. Para ahli folklor humanities ini berpegang teguh pada definisi W.J Thoms  “Memasukkan ke dalam folklor bukan saja kesusasteraan lisan (cerita rakyat dan lain-lain), melainkan juga pola kelakuan manusia (tari, bahasa isyarat), bahkan juga hasil kelakuan yang berupa benda material (arsitektur rakyat, mainan rakyat, dan pakaian rakyat)”.
2.      Ahli folklor Antropologis
Ahli folklor yang berlatar belakang ilmu antropologi. Para ahli folklor antropologis ini membatasi objek kajian mereka hanya pada unsur-unsur kebudayaan yang bersifat lisan saja. misalnya: cerita prosa rakyat, teka-teki, peribahasa, syair rakyat, dan kesusasteraan lisan lainnya.
3.      Ahli folklor Modern
Ahli folklor yang berlatar belakang ilmu-ilmu interdisipliner. Para ahli folklor modern mempunyai pandangan yang terletak di tengah-tengah di antara kedua kutub perbedaan itu tadi. Mereka bersedia mempelajari semua unsur kebudayaan manusia asalkan diwariskan melalui lisan atau dengan cara peniruan.
Selain ciri-ciri pengenal utama folklor dan macam- macam ahli folklor dunia, adapun pembagian folklor berdasarkan tipe-tipe folklor itu sendiri yang di kemukakan oleh Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 1984:21-22; Sudikan, 2001:12-13), ia adalah seorang ahli folklor Amerika Serikat, yang membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan,
untuk penjelasannya sebagai berikut :


1.3              Folklor Lisan (Verbal Folklore)
Folklor lisan merupakan folklor yang murni yang diciptakan, disebarkan, dan diwariskan secara lisan (oral). Folklor jenis ini disebut juga sebagai fakta mental.  Bentuk-bentuk folklor yang termasuk dalam kelompok besar ini antara lain :
1.      Bahasa rakyat : Bahasa yang digunakan oleh masyarakat untuk sarana berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
a.       Logat atau dialek
Hal ini tidak akan mungkin dihilangkan. Akan tetapi banyaknya hubungan antar suku bangsa yang menjadikan kebanyakan dialek berkurang, dikarenakan bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan dan kesatuan. Namun tidak akan begitu saja menghilangkan atau menghapuskan bahasa-bahasa daerah.
b.      Etimologi (keratabasa)
Meningkatnya pendidikan bangsa menimbulkan kepandaian dan kemampuan masyarakat, keratabasa dalam arti volks ethimologi akan berkurang dan yang ada adalah etimologi secara ilmiah.
c.       Gelar atau julukan.
d.      Jargon
Yaitu bahasa rahasia yang biasanya dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
e.       Slang
Lebih kepada bahasa yang sering digunakan oleh anak muda, lebih dikenal sebagai bahasa “nyentrik” atau “gaul”.
2.      Ungkapan tradisional
 Suatu kalimat yang berintisarikan dari pengalaman yang panjang yang berisikan tentang kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti : peribahasa, pepatah, pomeo.
3.      Pertanyaan tradisional
Ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka. Perkembangannya mengikuti kemajuan masyarakat, semakin maju suatu masyarakat maka akan semakin sukar teka-teki yang dibuat. Seperti : teka-teki
4.      Puisi rakyat
Kesusasteraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu, berfungsi sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, dll. Seperti : pantun, syair, sajak, dan gurindam.
5.      Cerita prosa rakyat
            Merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat. Seperti : legenda, dan dongeng.
6.      Nyanyian rakyat
Sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti : music rakyat, lagu-lagu dari berbagai daerah.

Beberapa contoh folklor yang lisan yang terdapat di jazirah arab:
·         ليس من امبر امصيام فى امسفر”  kalimat tersebut dalam bahasa fushah adalah “ليس من البر الصيام فى السفر
Kalimat di atas adalah dialek Lahjah al-Thamthamaniyah, adalah perubahan lam ta’rif menjadi mim. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Thayi’, Azd, dan kepada kabilah Humair di Selatan Jazirah Arab. Termasuk dalam katagori bahasa rakyat.
·         Dan salah satu dongeng rakyat yang terkenal adalah حكايات الملك شهريار وأخيه الملك شاه الزمان  yaitu salah satu cerita tengkang ratusan atau bahkan ribuan cerita dalam dongeng ألف ليلة وليلة  yang kita kenal sebagai Seribu Satu Malam.
1.4              Folklor Sebagian Lisan (Partly verbal folklore)
Folklor sebagian lisan merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran antara unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Kepercayaan rakyat misalnya, yang oleh orang “modern” seringkali disebut takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib atau mistis. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah sebagai berikut :
1.      Kepercayaan rakyat atau disebut juga sebagai takhyul.
Kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika (tidak masuk akal), karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah ataupun secara akal pikiran manusia awam, menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata dan secara turun-temurun.
2.       Permainan dan hiburan rakyat.
Kebanyakan disebarkan melalui tradisi lisan dan penyebarannya cenderung tanpa bantuan orang dewasa. Seperti contoh : bekel, congkak, main tali, dsb.
3.      Teater rakyat.
Seperti contoh : lenong, ketoprak, dan ludruk.
4.      Tari rakyat.
Tarian tradisional yang secara turun temurun dipelajari dari generasi satu ke generasi berikutnya. Seperti contoh : jaran kepang, tayuban, doger, ronggeg, dsb.
5.      Adat kebiasaan.
 Suatu kebiasaan yang biasanya dilakukan untuk memperingati hari-hari tertentu, atau kejadian tertentu (kematian, kelahiran, pernikahan, khitanan, syukuran) yang biasanya ditandai dengan pengadaan acara secara besar-besaran. Antara kelompok adat istiadat satu dengan yang lain mempunyai ciri khas tersendiri dalam melakukan kebiasaan ini.
6.      Upacara tradisional.
Seperti contoh : tingkeban, temu manten, turun tanah, dll.
7.      Pesta rakyat tradisional.
Biasanya dilakukan untuk kepentingan bersama, seperti  contoh : bersih desa dan meruwat.



Beberapa contoh folklor sebagian lisan yang terdapat di jazirah arab:
·         Tari perut
            Tari perut memiliki sejarah yang panjang sejak dari kemunculannya, hingga kini tari perut masih menjadi salah satu hiburan yang dapat dinikmati pelbagai kalangan masyarakat arab.
·         Jafin
            Tari yang satu ini telah terinjeksi nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh agama islam seperti kesopanan dan tertutupnya aurat, namun tidak mengubah kesan gembira dan meriah yang terkandung dalam tariannya.

1.5              Folklor Bukan Lisan (non verbal folklore)

Folklor bukan lisan merupakan foklor yang bentuknya bukan lisan, yaitu lebih kepada peninggalan-peninggalan dalam bentuk materiil (artefak), akan tetapi cara pembuatannya dilakukan secara lisan. Folklor bukan lisan ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Material
a.       Arsitektur rakyat
 Merupakan sebuah seni ilmu merancang bangunan. Biasanya berupa candi-candi, bangunan-bangunan suci, dan prasasti yang berusia sampai berabad-abad lamanya. Biasanya dilestarikan untuk dokumen sejarah/kebudayaan, dan ada juga sebagian yang masih tetap digunakan untuk tempat persembahan/persembahyangan sampai saat ini.
b.      Kerajinan tangan
       Dulunya dibuat untuk sekedar mengisi waktu luang, atau untuk kebutuhan rumah tangga. Memiliki keontetikan tersendiri untuk memperkenalkan suatu kebudayaanetnik tersebut. Biasanya menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan, atau hasil hutan.
c.       Pakaian tradisional
      Antara kelompok masyarakat satu dengan yang lain mempunyai cirri khas tersendiri dalam hal ini. Dalam setiap sulaman yang dibuat memiliki unsur filosofis dan keunikan itulah yang menjadi daya tarik tersendiri.
d.      Perhiasan
      Seperti halnya pakaian, perhiasan juga mempunyai cirri tersendiri dalam bentuk, motif, ataupun penggunaanya sebagai pelengkap pakaian yang dikenakan.
e.       Obat-obatan tradisional
      Ramuan-ramuan yang digunakan sebagai ramuan herbal, yang didapat dari hasil hutan ataupun kebun dan mempunyai khasiat yang beragam. Seperti : jahe dan kunyit sebagai obat masuk angin.
f.       Masakan dan minuman
      Cita rasa yang berbeda dan unik merupakan maksud utama dari berkembangnya citra masakan dan minuman tradisional dari masa ke masa.

2.      Bukan Material
a.       Musik rakyat
             musik ini biasanya digunakan pada acara-acara ritual adat-istiadat.
b.      Gerak isyarat tradisional.
c.       Bunyi isyarat komunikasi rakyat
      Suatu bahasa rahasia yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat untuk saling berkomunikasi/berbagi berita yang sifatnya tertutup, dan hanya merekalah yang mengerti maksud dari isyarat tersebut.

Berikut ini adalah beberapa contoh folklor bukan lisan yang terdapat di jazirah arab:
·         Arsitektur bangunan
                  Hampir setiap masjid yang kita temui terdapat peninggalan folklor arsitektur bangunan khas bangsa arab, yaitu kubah dan menara.

·         Pakaian tradisional
                  Pakaian tradisional yang digunakan oleh bangsa arab menyesuaikan iklim dan cuaca di daerah tersebut, dimana pakaian itu didominasi warna terang supaya tidak menyerap panas, dan juga longgak agar memungkinkan terjadi sirkulasi udara.

1.6       Fungsi Folklor
            Adapun fungsi folklor yang dibagi menjadi empat (James Danandjaja, hal. 19), yaitu:
1.       Sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
Folklor disini berfungsi sebagai alat penggambaran angan-angan secara kolektif, karena keinginan atau imajinasi manusia sering kali ingin di wujudkan kedalam sesuatu yang nyata.
2.       Sebagai alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan.
 Folklor bersifat sebagai lambang kebudayaan bagi etnik komunitas tertentu dan memiliki cirri yang unik satu sama lain.
3.      Sebagai alat pendidikan anak.
Sebagai pengajaran nilai-nilai luhur atau norma-norma tak tertulis yang berlaku di dalam komunitasnya selama ratusan tahun yang dimulai dari nenek moyang mereka terdahulu.
4.      Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma masyarakat dipatuhi.

1.7       Sifat Folklor
Folklor yang baik mempunyai salah satu dari tujuh macam sifat ialah (Ny. Yoharni dkk: 1979:10):
1.      Bersifat didaktis
2.      Bersifat kepahlawanan
3.      Bersifat keagamaan
4.      Bersifat pemujaan
5.      Bersifat adat
6.      Bersifat sejarah, dan
7.      Bersifat humoris.

KESIMPULAN

Folklor adalah bagian dari kebudayaan. Folklor  apapun bentuk dan wujudnya diciptakan atau dikreasikan oleh manusia (man made). Folklor dari generasi ke genarasi diwariskan melalui lisan, setengah lisan (sebagian lisan) ataupun bukan lisan.
Folklor berfungsi sebagai alat pencerminan angan-angan, pengesah pranata, pendidikan anak, dan pemaksa agar norma masyarakat dipatuhi.
            Folklor yang baik bersifat didaktis, historis, humoris, heroik, religius, kultus (individu), dan tradisional.
            Folklor dibagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.