Senin, 06 Oktober 2014

sastra klasik dan modern


Sastra Arab Era Klasik
1.      Masa jahiliyah 
Masa sekitar 200 atau 150 tahun sebelum permulaan Islam, dan berakhirnya masa ini ditandai dengan datangnya agama Islam.[1] Sastra Arab jahiliyah memiliki ciri-ciri yang umumnya yang menggambarkan suatu kebanggaan terhadap diri sendiri (suku), keturunan, dan gaya hidup. Terkadang syair-syair pada masa itu juga mengekspresikan ejekan, ratapan terhadap puing-puing reruntuhan, dan ekspresi keindahan terhadap wanita. Syair-syair tersebut dituliskan pada dinding Kabah. Sebagai puncak karya sastra jahiliyah, Dikenal ada dua karya sastra penting yang terkemuka yang ditulis sastrawan Arab di era pra-Islam, keduanya adalah Mu’allaqat dan Mufaddaliyat.[2] Para penyair Jahiliyah yang terkenal pada masa ini adalah Umruul Qais, Zuhair Ibnu Abi Sulma, dan Nabighah Az-Zibyani. Ketiganya terkenal dengan karya Mu'allaqatnya yang digantung di Qiswah Ka'bah.
2.      Masa permulaan Islam
Dimulai pada masa munculnya agama Islam (di Mekkah), dan berakhir dengan berakhirnya masa kekhalifahan Khulafaur Rasyidin pada tahun 40 hijriyah.
Dengan demikian, sastra Arab memasuki episode baru sejak agama Islam diturunkan di Jazirah Arab yang ajarannya disampaikan melalui Alquran. Kitab suci umat Islam itu telah memberi pengaruh yang amat besar dan signifikan terhadap bahasa Arab. Bahkan, Alquran tak hanya memberi pengaruh terhadap sastra Arab, namun juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan.
Sebagian orang menyebut Alquran sebagai karya sastra terbesar. Namun, sebagian kalangan tidak mendudukan Alquran sebagai karya sastra, dengan asumsi karena merupakan firman Allah SWT yang tak bisa disamakan dengan karya manusia. Teks penting lainnya dalam agama Islam adalah hadits atau sunnah.
Ada satu hal yang unik dalam sejarah bangsa arab, walau pun bangsa arab peradabannya tertinggal akan tetapi kesusastraannya sama sekali tidak terengaruhi karena sebelum kedatangan islam sastra di tanah arab sudah dikenl bahkan sampai berkembang. Ketika islam masuk, kesusastraan arab tidak berubah hanya saja isi dan semangat yang dikandung dalam sastra tersebut yang mengalami perubahannya. Hal ini diakibatkan karena banyak sastrawan saat itu yang, masuk islam sehinga mempengaruhi terhadap sastra itu sendri. Diantara sastrawan jahiliyah yang masuk islam adalah : Hassan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik dan Abdullah bin Rawahah.
3.      Masa Umawiyyah
Dimulai dengan berdirinya Daulah Umawiyah tahun 40 hijriyah, dan berakhir dengan jatuhnya dinasti ini pada tahun 132 hijriyah.[3]
Sejarah mencatat, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa Muslim. Tak heran, bila di zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan berpengaruh. Di era kekuasaan Dinasti Umayyah (661 M – 750 M), gaya hidup orang Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan bergaya kota.
Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik. Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.
Tema-tema puisi pada masa umumnya berkisar pada Puisi Politik (Syiir al-Siyasi), Puisi Polemik (Syiir al-Naqoid), serta tema-tema puisi lainnya yang umum digunakan pada masa sebelumnya.
4.      Masa Abbasiyyah
Dimulai dengan berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 hijriyah, dan berakhir dengan penyerbuan Mongolia ke negeri Baghdhad tahun 656 hijriyah.[4]
Sastra makin tumbuh di era kekuasaan Daulah Abbasiyah - yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun berkuasa. Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan. Penyair-penyair sangat bnayak pada zaman ini.
Para sastrawan di era kejayaan Abbasiyah turut mempengaruhi perkembangan sastra di Eropa era Renaisains. Salah seorang sastrawan yang melahirkan prosa-prosa jenius pada masa itu bernama Abu ‘Uthman ‘Umar bin Bahr al- Jahiz (776 M - 869 M), cucu seorang budak berkulit hitam. Karya terkemuka Al-Jahiz adalah Kitab al-Hayawan, atau ‘Buku tentang Binatang’ sebuah antologi anekdot-anekdot binatang yang menyajikan kisah fiksi dan non-fiksi. Selain itu, karya lainnya yang sangat populer adalah Kitab al-Bukhala.
Masa Bani Abbasiyah, banyak hal yang terjadi dan banyak penyair yang terkenal yang memiliki kebiasaan masing-masing. Pada dekade terakhir muncul tokoh-tokoh penyair pada masa akhir Bani Abbasiyah seperti Abu Thoyyib Al Mutanabbi yang pengaruhnya hingga ke Eropa.
5.      Masa Pertengahan
Masa ini meliputi dua dinasti, yaitu Dinasti Mamluki dan Ustmani. Dimulai pada tahun 656 Hijriyyah, setelah runtuhnya dinasti Abbasiyah karena penyerbuan orang Mongol dan timbulnya Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali dalam lingkungan Imperium Utsmaniyah, masa ini ditandai dengan tidak adanya lagi semangat lingkungan yang kreatif dan bakat perseorangan yang menonjol seperti yang pernah ada. Masa kemunduran ini perlahan mulai bangkit sejalan dengan dorongan-dorongan pembaruan dari dalam dan tantangan pengaruh Barat.[5]

      Sastra Arab Era Modern
Tahun 1798 adalah saat Napoleon Bonaparte menginjakkan kaki di Mesir.Tahun itu sangat bersejarah. Bernard Lewis menyebutnya sebagai a watershed in history dan the first shock to Islamic complacency, the first impulse to westernization and reform (Lewis1964:34). Para ahli sejarah sepakat, kedatangan Bonaparte di Mesir merupakan tonggak penting bagi kaum Muslim dan juga bagi bangsa Eropa.Bagi kaum Muslim, kedatangan itu membuka mata betapa tentara Eropa yang modern mampu menaklukkan dan menguasai jantung Islam. Bagi orang Eropa, kedatangan itu menyadarkan betapa mudah menaklukkan sebuah peradaban yang di masa silam begitu berjaya dan sulit ditaklukkan.
Pada akhir abad XVIII ketika bangsa Arab di bawah pemerintahan Daulat Usmaniyah  keadaannya sangat lemah. Bangsa Eropa setelah melihat keadaan ini, kembali mengulangi ekspansinya ke Timur Tengah. Mereka datang  tidak dengan kekerasan tetapi kedatangan ini  dengan dalih  untuk menyebarkan  ilmu pengetahuan dan  memperluas roda perdagangan. Pemerintahan berikutnya yang jatuh kepada Muhammad Ali (yang semula diangkat oleh Sultan Usmani menjadi Gubernur Mesir) berusaha untuk  menerima kebudayaan Barat dan hasil ilmu pengetahuan Barat, Ali tidak lagi mementingkan  pemerintah dan pembangunan, maka perkembangan  di bidang  sastra berkurang. Dua abad kemudian barulah muncul lagi karya sastra Arab yang baru, dan para penyair menyesuaikan diri dengan  keadaan zaman modern, mereka mulai  melepaskan diri  dari ciri  khas klasik, namun  keterikatannya masih ada.[6]
Berikut beberapa aliran sastra Arab yang muncul pada era modern:
1.      Neo-klasik (muhafidun)
Mahmud Sami al Barudi (1838-1904M) merupakan pelopor berdirinya aliran neoklasik (al muhafidin) sastra arab, terutama dalam genre puisi yang sangat diminati oleh bangsa arab. Ia merupakan sumber inspirasi bagi tokoh penyaiir besar yaitu Ahmad Syauqi (1969-1932 M), Hafidz Ibrahim (1871-1932 M). Ketiga penyair di atas merupakn tokoh yang secara konsisten menempuh jalan seperti yang dilakukan Albarudi dalam menoreh pada warisan puisi klasik, tentu saja memberikan ulasan dan inovasi terutama terhadap persoalan jamannya. Inovasi yang mereka gubah ialah mereka banyak menggubah tema-tema puisi yang bersumber dari selera pribadi dan kelompok masyarakat. Tetapi banyak para kritikus yang menyayangkan akan hal itu dikarnakan banyak tema puisi yang digubah dari persoalan jamannya mereka usung secara apa adanya tanpa melibatkan emosi pribadi sehingga puisinya nampak sangat objektif dan inilah yang menjadi kritikan pedas terhadap kemunculan aliran romantisme.
2.      Romantisme (mujaddidun)
Awal mula aliran ini muncul di Eropa pada abad ke- 18 dan masuk ke dunia Arab pada permulaan abad 20. yang dipelopori oleh Kholil muthran (1873-1949) sebagai reaksi terhadap aliran sastra neo-klasik yang digawangi oleh Al-Barudi (Manshur 1977 : 180 ) Berbeda dengan aliran neo-klasik yang bercirikan rasionalisme dan realisme serta keterikatan pada prosodi gaya lama, aliran ini cenderung lebih  menekankan pada emosi dan imajinasi yang kuat dengan mengesampingkan akal dan realitas sebagai batasannya.
Aliran romantisme ini melahirkan beberapa lembaga yakni:
1.      Madrasah Diwan
Berdirinya ditandai dengan terbitnya antologi puisi Abdurrahman syukri (dhau’ al-fajr) pada 1909. aliran ini bayak dipengaruhi oleh pemikiran Mathran akan tetapi mereka lebih condong pada sastra inggris dan tidak terikat pada style sastra arab lama. Si’ir al-mursal merupakan produk aliran ini . (Ash – Shaify 1974 : 70)
Tokoh aliran ini antara lain : Abdurrahman Syukri (1886-1958), Abbas Mahmud Uqad (1899-1954), dan Abdul Qadir Al mazni (1890-1949)
2.      Madrasah Apolo
Berdiri pada tahun 1932 di cairo. Idealisme yang tinggi serta ciri melankolis merupakan corak yang menonjol pada aliran ini. (Ash – Shaify 1974 : 70).
Tokoh-tokohnya antara lain : Ahmad Zaky Abu Syadi (1892- 1955), Ibrahim Najiy (1898 – 1953), Ali Mahmud Thaha (1902 – 1949), dan Mahmud Hasan Ismail (1910 – 1977)
3.      Sastra Diaspora
Sastra Diaspora merupakan bagian dari aliran romantisme arab yang berkembang diluar wilayah arab.
1.   Rabithah Qalamiyah (Ad- Dasuqy 1967 : jilid 2 :232 – 233)
Berdiri pada 1920 di New York, Amerika Serikat. Tokohnya antara lain : Khalil gibran ( 1883 – 1931), Iliya Abu Madhi (1890 – 1957), Mikhail nai’mah (1889 – 1988), dan Nushaib aridh
2. Usbah andalusiyah (Ad- Dasuqy 1967 : jilid 2 :232 – 233)
Berdiri  pada1933 di Sao Paulo, Brazil Amerika latin. Dengan tokohnya : Mishal Ma’luf (1889 – 1942), Salim Khuriy , ilyas farhat (1893 – 1976), dan Syafiq Ma’luf.
Selain aliran-aliran sastra arab modern diatas masih ada beberap aliran sastra yang berkembang di dunia sastra arab modern, diantaranya feminisme dan simbolisme yang banyak dipengaruhi oleh sastra barat.


[1] Syeikh Muhammad Al-Iskandi, Syeikh Mustofa 'Anani. Al-Wasit Fil Adabil 'Arabi wa Tarikhuhu. Mesir: Dar El Ma'arif, 1916, hlm. 10
[3] Syeikh Muhammad Al-Iskandi, Syeikh Mustofa 'Anani, Op.Cit, hlm.10.
[4] Ibid.,hlm.10.
[5] Hartojo Andangdjaja, Puisi Arab Modern, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1983, hlm. 13.
[6] Lihat Philip K. Hitti. History of the Arabs. Hlm.954-9555

Tidak ada komentar:

Posting Komentar